Hal
pertama yang menarik perhatian saya ketika membaca novel John Steinbeck yang
satu ini adalah, bagaimana cara yang ditampilkannya dalam memainkan alur dalam ceritanya,
menurut saya, begitu khas dan sederhana, namun langsung mengena pada pokok
persoalan yang ingin diraihnya.
Selain ditopang dengan kekhasan dan kesederhanaan
bahasanya tersebut. Pokok bahasan yang ditampilkan oleh Steinbeck pun biasanya tak
muluk-muluk amat. Secara umum dapat dibelah menjadi tiga pokok bahasan,
utamanya dalam novelnya yang berjudul Tortila
Flat ini, yakni mengenai kehidupan Danny, kehidupan teman-teman di
sekeliling Danny, dan kehidupan di rumah Danny.
Sumber gambar: www.Bing.com
Dalam menceritakan ketiga pokok
pembahasannya tersebut, Steinbeck, sebagai penulis menggunakan, sudut pandang
orang ketiga. Danny sebagai si Tokoh utama ditempatnya sebagai tokoh sentral
tetapi tidak membatasi keluarnya sosok kuat baru yang keluar dari penceritaan
tokoh lain. Ia seakan-akan seperti membebaskan para pembacanya untuk memilih
tokoh idolanya sendiri, memnurut sudut pandang dan pembacaannya masing-masing.
Dalam hal ini saya pribadi begitu
tertarik, dan jatuh cinta dengan tokoh yang bernama Pilon, sahabat dekat Danny.
Jika Danny digambarkan oleh Steinbeck sebagai seorang non-komformis yang suka
hidup bersenang-senang tanpa pertimbangan baik dan buruk. Bergitu juga halnya dengan
Pilon, bedanya adalah, Pilon ini sosok unik sekaligus licik dengan 1001 tipu
muslihat cara mengelabui orang lain untuk mendapatkan apa yang diinginkannya.
Pemgambaran ini dapat dilihat secara
gamblang ketika ia berkali-kali mengakali Danny dan teman-temannya yang lain,
sebut saja Pablo, Jesus Maria dan si Bajak laut. Untuk mendapatkan setenggak
anggur masuk-meluncur melalui kerongkongannya.
Uniknya lagu, biasanya dalam
pelaksanaan rencana jenius -jahatnya ini. Si Pilon ini biasanya akan membumbui
dengan “kata-kata bijak-baik” di kanan dan kiri sela-selanya untuk menutupi
niat busuknya tersebut.
Sumber gambar: Demabuku.com
Hal lain yang menarik dari tokoh
bernama Pilon ini adalah, bagaimana selain digambarkan sebagai sosok yang
sejuta akal. Di sisi yang lain ia juga digambarkan sebagai sosok lugu dan polosdalam
melihat berbagai persoalan. Seperti seolah-olah tanpa mengenal dosa lah
sederhananya dalam upayanya menjalankan setiap tindak kejahatannya tersebut.
Sekali lagi, dengan gayan
penggambarannya yang khas itu. Steinbeck berhasil membangun iklim suasana yang
begitu nggeh bagi setiap pembacanya.
Ia, sekali lagi, berhasil memadukan ketiga unsur yang telah saya sebutkan di
atas dalam fragmen-fragmen yang sederhana tapi berututan, berkesinambangun tapi
mengena dan terpatri dalam hati, dari loncatan satu bab ke bab lainnya.
Hingga pada akhirnya. Seperti membius
para pembacanya. Tiba-tiba saja sudah pada ujung pembacaannya. Terima kasih
Steinbeck atas cerita yang luar biasa. Terima kasih Pak Djokolelono atas
terjemahanmu yang juga tak kalah luar biasanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar