Jika
Anda adalah seorang backpacker sejati
dengan kondisi keuangan berlebih, serta memiliki kecenderungan memimpikan petualangan
sinting yang anti-mainstream. Ada baiknya jika Anda memasukan kota ini dalam
list catatan rencana perjalanan Anda selanjutnya. Dijamin, di samping akan menyugukan
pemandangan alam yang indah-sedap dipandang mata, kota ini juga akan memberikan
semacam pengalaman intim-menarik, yang mungkin saja, tak akan pernah bisa Anda
temui dan rasakan di kota-kota lain yang pernah Anda kunjungi sebelumnya.
Port Moresby, namanya. Kota yang
juga merupakan ibukota negara tetangga kita ini: Papua Nugini, terletak di
bagian ekor burung, atau sisi paling tenggara di wilayah pulau New Guinea (atau
yang akrab ditelinga kita dengan nama Papua). Berpenduduk sekitar 283,733 jiwa dengan
luas wilayah mencapai 240 km2 (worldpopulationreview
pada 2019).
Sebenarnya, tak ada hal aneh yang
terlihat secara mencolok dengan kota ini jika dipandang secara general dari
luar. Sama seperti halnya banyak wajah ibukota lain di dunia. Hampir di seluruh
sudut kota ini juga dapat ditemui dengan mudah gedung-gedung pencakar langit
raksasa, jalan-jalan raya protokol nan mulus, serta berbagai fasilitas modern penunjang
lain, yang kita tahu, adalah salah-satu prasyarat penting penunjang ibukota
sebuah negara.
Akan tetapi, jangan kaget nantinya kalau
semisal, setelah Anda sampai di sana lalu menyusuri langsung jalanan di sudut-sudut
kota yang ada. Lalu Anda akan mendapati, ternyata di sekeliling gedung-gedung
modern nan mentereng itu diputari oleh dinding-dinding beton raksasa yang
ditaruh kawat-kawat pisau di atasnya. Lengkap dengan pengamanan ekstra ketat di
sana-sini oleh para penyedia layanan pengamanan swasta (Security Guard).
Dan
jangan kaget pula, jika Anda secara kebetulan akan menyaksikan kegiatan penodongan,
pencopetan, perampokan ataupun tindakan
kriminal lain yang dilakukan secara terang-terangan di tempat umum—tanpa ada
seorang pun yang memperdulikan dan berusaha menolong.
Dailymail
dalam investigasi seriusnya yang berjudul The
Gangs of New Guinea: Chilling photograps
show street criminals in one of the world’s most uninhabitable cities (29/10/2012) menyebut.
Sumber gambar: Dailymail.co.uk
Semenjak merdeka dari Australia pada
1975, kota Port Moresby berubah jadi salah-satu kota “angker” di dunia. Tempat di
mana para raskol (raskol adalah plesetan kata dari bahasa Inggris, rascal, yang berarti para bajingan atau
berandalan) berkumpul. Kesenjangan ekonomi yang tak terjembatani, kulture
kekerasan yang ada, polisi dan pejabat
yang korup, sistem pendidikan yang macet, serta “permainan” penyedia layanan
keamanan swasta oleh para ekspatriat asing adalah beberapa contoh perihal, yang
menjadi penyebab utama kemuculan dari para geng raskol ini. Tak hanya orang
dewasa, dalam laporan itu juga menyebut bahwa anak-anak juga turut ambil bagian
dalam komplotan ini.
Kota “angker” yang tak termaknai
Sebagaimana dimuat oleh News.com.au dalam salah satu artikelnya
yang berjudul Whatever you do, don’t go outside’: Aussie’s horror work
trip (4/12/2017).
Para ekspatriat Australia punya olok-olokan tersendiri untuk menggambarkan
suasana kota ini. Yakni menyebutnya
dengan nama, “kota di siang hari”.
Maksudnya di sini adalah, Anda hanya
akan bisa beraktifitas secara normal di kala matahari masih tampak di atas
batok kepala Anda. Dan aktivitas itu pun—jika Anda ingin benar-benar aman--terbatas
pada aktivitas yang bertempat di tengah-tengah lingkungan mewah atau kedutaan. Yang
dijaga secara ketat oleh para penyedia layanan keamanan swasta (security guard) yang ada.
Hal ini diamini pula oleh seorang
backpacker “gila” Indonesia asal Lumajang, Agustinus Wibowo. Yang telah
mengabdikan hampir seluruh hidupnya untuk melakukan petualangan sinting
menjelajahi kota-kota berbahaya di seluruh penjuru dunia. Di salah-satu artikel
perjalananya di laman blog pribadinya yang berjudul Port Moresby 18 Agustus 2014: Berpetualang di Kota Para Raskol.
“Bagi para orang
asing, satu-satunya alat transportasi adalah mobil pribadi. Kebanyakan mereka
bahkan tidak berani naik taksi, khawatir perampokan atau penodongan atau
penculikan oleh sopir taksi. Para ekspatriat selalu bepergian dengan mobil.
Mereka bahkan punya SOP: tidak berkendara setelah pukul delapan malam. Santi, salah
seorang warga Indonesia yang sudah empat tahun bekerja di supermarket yang ada di
sana, mengatakan, kalau terpaksa harus keluar malam, jangan pernah berhenti di
tengah perjalanan. “Kalau ada yang menghadang di jalan, tabrak saja dulu,
urusan lain belakangan.” ucapnya.”
Sumber gambar: Theaustralian.com.au
Itu pun, terkadang
mobil masih dilempari dengan batu atau dihentikan orang di jalan. Bahkan kalau
ban bocor pun, orang-orang akan lebih memilih terus memaksa menancap gas sampai
rumah; tak seorang pun berani turun dari mobil untuk mengganti ban, apalagi di
tengah malam.
Para Raskol itu bisa muncul di tempat dan waktu dan
dengan cara yang tidak pernah kita duga. Dan raskolisme itu
benar nyata adanya, sampai banyak eskpatriat bosan yang rela membayar uang
langganan US$1.000 per tahun untuk masuk klub eksklusif Yacht Club (dan masih harus membayar harga makanan yang minimal
U$30 per porsi), karena mungkin sudah tidak ada lagi ajang sosialisasi lain.
Untuk para perempuan, jangan pernah
sekali-sekali berfikir untuk tinggal atau berjalan-jalan sendirian di kota ini.
Melangsir film dokumenter produksi BBC.TV
yang berjudul Port Moresby: The world's most dangerous
city to be a woman? (27/09/2018). Berkisah dengan gamblang, bagaimana lebih dari 70% wanita lokal
yang ada di sana pernah mengalami pemerkosaan dan kekerasan fisik.
Dan yang membuat hal ini lebih miris lagi adalah,
bagaimana pengakuan yang keluar dari salah-seorang polisi yang ada di sana yang
mengatakan: bahwa hal itu adalah hal lumrah yang biasa dilakukan oleh laki-laki
New Guinea dalam kehidupan sehari-harinya.
Dalam
kurun waktu lima bulan saja (Januari- Mei 2018), polisi tersebut mengatakan telah
ditemui 6000 kasus pemerkosaan terjadi. Dan itu hanya terbatas pada kasus-kasus
yang sudah dilaporkan saja. Pantas saja jika The Economist pada 2003 memempatkan kota ini sebagai kota nomor wahid dalam urusan kota paling berbahaya
untuk ditinggali di dunia, mengalahkan 129 kota berbahaya dan tak layak huni
lain.
Penutup: Seringai serigala berbulu
domba
Port Moresby adalah kota “ajaib”
dalam versinya sendiri. Tampilan luarnya sangat berbeda dengan jika
dibandingkan dengan kota-kota tak layak huni lain. Misalnya Kabul dengan
senarai teroris dan rentetan bom bunuh dirinya, ada kota-kota di Meksiko dengan
kartel narkobanya, ataupun Lagos dengan kekacauan konflik mendagingnya, tetapi
Port Moresby tidak menampilkan kekacauan serta konflik yang sevulgar itu.
Menyitir laporan The Guardian dalam artikelnya yang
berjudul Raskol Gangs rule world’s worst
city (22/09/2004). Anda di sana
akan menyaksikan tampilan kota yang “mentereng” dengan bangunan-bangunan nan
megah. Dengan sebagian besar penduduk yang ramah dan murah senyum ketika
bertemu orang asing . Kota di mana Anda akan bisa menemukan musik-musik santai Reggae Jamaica diputar keras-keras di
mana-mana.
Namun di sisi yang lain, Anda juga
seperti akan dihadapkan dengan entitas lain dari kota ini; ini adalah kota yang dikuasai oleh para gang raskol. Di mana para bajingan itu mewariskan
cerita-cerita kejam tentang perampokan bank dengan senapan mesin M-16,
perampokan mobil oleh gerombolan bersenjata, hingga perkosaan massal terhadap
penumpang wanita yang diseret turun langsung dari bus ditumpanginya.
Kota di mana
terdapat cerita tentang rumah orang-orang kaya di kawasan elite mentereng yang
semuanya—dikelilingi oleh tembok beton tinggi dengan gulungan kawat berpisau di
atasnya, plus masih dikawal satuan
pengaman bersenjata lengkap. Dan tak ada seorang pun manusia berambut lurus dan
berkulit putih yang berani menyusuri kota ini sendirian. Entah dengan berjalan
kaki, ataupun naik kendaraan umum yang ada.
Jadi bagaimana, Anda
semakin tertantang untuk datang mengunjunginya?
Referensi
bacaan:
https://www.news.com.au/travel/travel-advice/travellers-stories/whatever-you-do-dont-go-outside-aussies-horror-work-trip/news-story/95274fec116ed843aef2b896eee46dc5.
Diakses pada tanggal 9 Febuari 2019. Sekitar pukul 00.30.
http://agustinuswibowo.com/9939/port-moresby-18-agustus-2014-bertualang-di-kota-raskol/.
Diakses pada tanggal 9 Februari 2019. Sekitar pukul 17.00.
https://www.theguardian.com/world/2004/sep/22/population.davidfickling.
Diakses pada tanggal 10 Februari 2019. Sekitar pukul 21.00.
https://www.bbc.com/news/av/stories-45654549/port-moresby-the-world-s-most-dangerous-city-to-be-a-woman.
Diakses pada tanggal 11 Februari 2019,. Sekiatar pukul 10.00.
https://www.dailymail.co.uk/news/article-2224612/The-Gangs-New-Guinea-Chilling-photographs-street-criminals-worlds-uninhabitable-cities.html
. Diakses pada tanggal 10 Februari 2019. Sekitar pukul 15.00.
Referensi
foto:
Theaustralian.com.au
Dailymail.co.uk