Beberapa bulan lagi
akan segera bergulir kontestasi politik pemilihan presiden di tahun 2019. Sudah
barang tentu akan berdampak pada jagad
permedsosan tanah air menjadi kian riuh redam. Psywar demi psymar perang
sudah mulai ditabuh, celetukan argumen dan isu-isu pun mulai ”digoreng”,
partai-partai mulai membangun basis-basis koalisinya, dan tak lupa, pembuatan
dan penyebaran berita hoax pun
semakin digenjot sedemikian rupa, hingga akhirnya bisa tersebar luas ke
mana-mana.
Secara umum, menurut pengamatan saya, netijen tanah air terbagi menjadi dua
haluan besar, pertama, sang pemilik tagar #2019gantipresiden atau yang kita
kenal sebagai Bani Onta yang memegang prinsip “pokoknya semua presiden ok, asalkan bukan Jokowi!”, sedang yang
kedua adalah pemilik tagar #Jokowi2periode atau yang akrab kita sapa dengan
nama Bani Cebong, prinsip mereka jelas, yakni “Jokowi harga mati!”.
Implikasi dari adanya dualisme pilihan politik
ini jelas, yakni berdampak pada terbelahnya suara politik masyarakat Indonesia
menjadi dua, yakni yang probuta-Jokowi, pokoknya Jokowi adalah malaikat pembawa
kebenaran: semua kebijakan yang keluar dan diambil olehnya tak pernah salah,
tak pernah cacat, dan tak pernah salah saranan. Jadi simplenya gini, Jokowi tak
perlu dikritik, dan memang tak boleh.
Sedangkan yang satunya adalah, yang kontrabuta-Jokowi. Manusia-manusia
seperti ini adalah yang menghabiskan seluruh waktu di kehidupannya untuk membenci dan mencaci maki Jokowi. Bagi mereka,
Jokowi itu tak lebih dari pemimpin boneka yang pro-asing, aseng, dan pemimpin
kafir anti-Islam. Seluruh kebijakan yang dikeluarnya adalah kemudharatan belaka, yang tak perlu
dilihat dan ditimbang dulu seperti apa manfaatnya. Miris bukan, menjadi dua
jenis manusia seperti yang saya haturkan di atas?
****
Sumber: Koran-Jakarta.com
Dalam dunia politik, permasalahan mengenai perbedaan
pendapat, sudut pandang, serta pilihan politik seperti ini sebenarnya adalah
hal yang biasa terjadi dan sah-sah saja dilakukan. Asalkan, masih dalam koridor
hukum, dan sesuai dengan pakem-pakem demokrasi yang telah termaktub dalam kitab
perundang-undangan yang ada. Namun sayang (dapat kita lihat sendiri gejalanya
di masyarakat), apa yang kita harapkan dari adanya dualisme haluan politik yang
nantinya akan menuju pada “pendewasaan” kehidupan berpolitik masyarakat kita, justru
malah jauh panggang daripada api.
Perjalanan kontestasi
politik kita ini justru menuju ke arah
yang semakin kabur dan tak jelas, segala hal dilakukan untuk memenangkan
junjungan yang didukungnya; dengan cara mengkorek-korek kebusukan lawan
sejadi-jadinya, dan memuji-memuji junjungannya sendiri setinggi langit bak malaikat yang tak memiliki salah
ataupun dosa barang secuil pun. Bahkan, cara-cara kotor, seperti mengangkat isu-isu
sara yang menyoal pada persoalan identitas yang paling pribadi pun tak segan-segan
ditempuh dan dilakukan.
Dan biasanya, cara-cara tak beradab semacam inilah yang
justru malah akan disebarluaskan melalui medsos. Mengapa melalui medsos? Karena
dianggap mudah dilakukannya, dan pangsi pasarnya
jelas. Ditambah lagi, hampir seluruh masyarakat Indonesia sekarang ini memiliki
akun dan pengguna medsos. Ditambah lagi, dikenal lebih percaya pada status twiter,
facebook, ataupun instagram, dibandingkan dengan informasi yang terdapat di
koran-koran ataupun buku-buku.
Oleh karena melihat suatu fenomena yang memprihatinkan
itu, saya, sebagai seorang netijen
teladan, baik dan budiman. Pengguna medsos yang terjebak di antara dua suara sumbang
yang saling serang dari kedua kubu ini berjanji. Akan menawarkan saran dan
cara-cara agar para netijen yang
bernasib kurang lebih sama dengan saya, dapat hidup dengan tenang dan senang
menikmati biduk dunia permedsosannya.
Berikut saran-saran
yang dapat saya haturkan:
1) Jangan
follow, like dan subscribe akun-akun fake dan postingan para penyebar Hoax dari kedua belah pihak, baik oleh
Bani Onta ataupun Bani Cebong yang telah disebutkan di atas, karena akan dapat
menyebabkan sering munculnya postingan-postingan tersebut dalam akun medsos Anda.
Kayak larangan dilarang merokok aja, ya?
Dapat menyebabkan, dapat menyebabkan. Hahaha.
2) Kita harus sering-sering mendekatkan diri
kepada Tuhan yang maha kuasa. Lho, opo
hubungane dul! Sembahyang ambi tentram dalam bermedsos? Eitss. Jangan
salah, dengan kita mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, pikiran kita jadi
tenang, dan hati jadi riang. Hingga hasil akhirnya berdampak pada, jika muncul
postingan sampah hoax di medsos kita,
kita akan tetap tenang, tidak mudah terhasut, tidak mudah marah dan
mengumpat-umpat, lalu akhirnya akan lebih mementingkan kroscek data dan tabbayun
terlebih dahulu, tidak asal semprot saja. Heheehe nyambung nggak sih?
3) Nomor
tiga ini penting, awas nomor enam bisa bikin tercengang. Eh koyok line tudey wae goblok! Jika menemui akun penyebar Hoax, segera report, laporkan dan kalau
bisa, blokir. Mengapa cara ini penting
dilakukan? Paling tidak postingan sampah seperti itu tidak akan muncul-muncul
lagi di beranda kita, sehingga akhirnya dapat menjaga ketentraman biduk rumah
tangga dalam bermedsos ria kita. Hehehe
4) Baca
buku! Lho kok tiba-tiba malah suruh baca
buku? Ya iyalah cyinnn baca buku
penting, dengan membaca buku waktu kita yang sebelumnya asik dihabiskan untuk bermoedsos-medsos ria-an akan jadi berkurang,
sehingga kesempatan kita untuk membaca berita-berita sampah hoax juga akan berkurang hingga
sedemikian rupa. Piye, konkrit nga? Hehehe.
5) Hapus
atau jangan gunakan medsos lagi, hal ini penting dan ampuh dilakukan oleh
mereka yang sudah tak kuat lagi menangkal kuatnya genderang perang berita hoax antar kedua kubu di atas. Dengan
cara ini kemungkinan anda untuk bertemu berita hoax yang ada di medsos adalah 0%. Dijamin!
Itulah, beberapa cara yang dapat
saya persembahkan untuk kalian semua wahai netijen
yang baik dan budiman, kurang lebihnya saya sebagai pribadi mohon maaf yang
sebesar-besarnya, saya sebagai manusia biasa, yang tak banyak punya dosa.
Mengucapkan banyak terimakasih dan turut berbela sungkawa, eh selamat tinggal dan
sampai jumpa deng. Bey!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar