Kesan dan ulasan mengenai buku “In the Name of Identity” Karya Amin
Maalouf
Amin Maalouf dalam bukunya “In the
name of Identity”, berusaha mengajukan semacam “perenungan bersama”. Bagaimana
suatu ‘identitas’ bisa terbentuk dalam masyarakat. Tak hanya berhenti pada
persoalan deskriftif naratif belaka, ia juga menyelami persoalan mengenai
identitas ini jauh ke dasar akarnya. Layaknya
seorang Antropolog, ia melihat sekaligus mempertimbangkan banyak aspek dari
berbagai hal sebelum masuk pada sebuah kesimpulan, yang selanjutnya mencari
sebab-musabab apa yang mempengaruhi setiap fenomena identitas ini.
Argumen
demi argumen yang diajukannya ini, memunculkan berbagai pertanyaan di benak
kita, seperti: Bagaimana suatu identitas bisa terbentuk? Gagasan apa yang
mendasarinya? Landscap serta ruang seperti apa yang menjadi tempat berkembangnya?
Serta struktur masyarakat seperti apa yang “mengamini” identitas ini bisa
terbentuk di masyarakat?
Sumber foto: www.Amazon.com
Hal lain yang semakin membuat buku
ini menarik, paling tidak bagi saya pribadi. Ialah saat ia memaparkan segala
macam gejala Antropologi yang telah disebutkan di atas tadi, dalam konteks
historisnya. Tak hanya berhenti di sana, ia juga menjelaskan bahwa suatu
fenomena yang ada, utamanya tentang “identitas” ini juga merupakan produk
sejarah, yang sudah berproses bertahun-tahun lamanya. Yang tidak serta merta bimsalabim langsung saklek jadi seperti
itu. identitas; ia adalah produk sejarah, produk waktu, di mana di dalamnya
terdapat proses yang panjang dan berbelit-belit juga berkesinambungan dari
waktu ke waktu. Yang tentu saja tidak bisa disimpulkan dalam generalisasi
dangkal atas dasar ‘benar’ dan ‘salah’ semata.
Terakhir, fokus pembahasan dalam
bukunya ini tidak terfokus pada tataran kesimpulan, ia terfokus pada tataran “proses”.
Yang mana suatu fenomena sosial yang ada akan terus berubah dari waktu ke waktu. Ia tidak
menyuguhkan kesimpulan mengenai masalah ‘identitas’ ini, tetapi menghantarkan
semacam bahan “perenungan” bersama bagi para pembacanya. Yang tentu saja kita
sebagai pembaca, bisa dan boleh dengan bebas mengintrepretasikan segala argumen
yang ia sajikan menurut pandangan kita sebagai pembaca, menurut tataran
pengalaman dan falsafah hidup kita masing-masing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar