Waktu
itu kalau tak salah, tanggal 13 bulan ke
6 tahun 2603 penanggalan saka. Kampung
kami di pinggir Bengawan Solo digegerkan oleh datangnya berita mengenai
kemunculan penyelamat baru bagi tanah
Hindia ini. Ya, penyelamat dari kemelaratan, pemerkosaan, dan perbudakan yang telah
menimpanya selama berabad-abad lamanya.
Masih
kuingat betul waktu itu. Ketika orang-orang kampung pada sibuk berlarian
mengikuti truk merah besar merk chevrolet bekas angkutan tentara KNIL datang
dari arah kota Surakarta dengan membawa pamflet-pamflet bertuliskan huruf besar
warna merah darah, “Jepun cahaya Asia, Jepun pelindung Asia, dan Jepun pemimpin
Asia,”. Sambil orang-orang di bak belakangnya melonglong-berteriak melalui corong
pengeras suara warna putih-kusam, “Telah datang penyelamat agung bagi kita! Saudara
tua kita! Balatentara Dai Nippon namanya!”
sumber: Media-KITLV.nl
Kontan
setelah mendengar berita itu, penduduk udik kampung kami pada melongo, seperti
seekor beo yang habis dicekoki[1] jangkrik-gangsir besar pada mulutnya.. Diam, mematung, melolok
matanya, sambil sedikit ngeces iler[2]
pada pojok bibirnya. Harap maklum tuan-tuan, orang udik kampung kami yang
selamanya tak pernah keluar jauh dari kampungnya, kecuali hanya untuk menghandiri
pesta kawinan atau sunatan tetangga desa sebelah. Paling jauh ya undangan dari
Yai Demang kecamatan datang kekantornya, itu pun untuk keperluan dicatat-didata
berapa luas sawah serta berapa jumlah kebo-sapinya. Itu kan kalau punya? Tanpa
pengecualian itu, praktis penduduk kampung kami tak pernah keluar dari kampungnya.
Orang Tua Jawa bilang ‘Sobone karo pithek
sih adoh pithek[3]’
Selang
beberapa hari, dengan cepat berita menyebar dari mulut ke mulut. Di rumah-rumah,
di jalan-jalan, di pos kamling perempatan kampung, di bedeng-bedeng[4]
tengah sawah, di tengah kali bengawan
Solo. Orang-orang pada sibuk menggunjingkan mengenai kebenaran berita itu,
bahkan ada juga yang mengait-ngaitkannya dengan ramalan Joyo Boyo, raja sakti dari Kerajaan Kediri itu.
“Puh...!
Balatentara Dai Nippon itu adalah wujud
nyata ramalan Ki Joyo Boyo dulu Joo!” kata Parman sambil menyelam ke dalam perut
buteg[5] Bengawan
Solo, menyerok pasir dari dalamnya lalu melemparkannya ke atas perahu tongkang butut
di samping kepalanya.
“Iya
benar, ini adalah wujud nyata dari Ramalan Joyoboyo. Raja kondang itu! Puh,
memang tiada duanya, ia bilang bahwa nanti tanah jawa akan dikuasai oleh bangsa
putih lalu akan datang penyelamat baginya, yaitu bangsa setinggi jagung dan
akan berkuasa atasnya seumur jagung pula! Ah.. ahh...andai saja, ya, andai saja
ia masih hidup di zaman sekarang ini, pasti tak ada para bule bermata biru itu datang menindas kita.
Tak mungkin juga kita harus setengah mampus kerja di tengah kali seperti ini,
hanya agar dapat setali rokok kretek isi kelobot, sama makan nasi aking lauk
sambel trasi!” Tambah Panjul setengah berteriak dengan mata merah-menyala
karena kebanyakan slulup[6]
untuk mengambil pasir dari perut Bengawan Solo.
“Belum
tentu” kataku sambil menghembuskan sedikit demi sedikit asap rokok kretek klobot
sisa ronda tadi malam
“Belum
tentu apanya joo?” tanya si Panjul
“Belum
tentu kalau Ki Joyo Boyo masih ada dan hidup di zaman sekarang keadaan akan
berubah. Keadaan kita akan menjadi lebih baik. Malah mungkin sebaliknya, bisa
lebih melarat dan menyedihkan dari pada sekarang ini kita,”
“lho
kok bisa?” tanya si Parman sedikit dagunya mendongak ke langit-langit
“Ya
bisa tho man, lha wong raja-raja dulu
itu kejam-kejam lho, suka perang dan ekspansi kemana-mana, naklukin sini,
naklukin sana, mereka pada bunuh-bunuhan antar saudara mereka sendiri. Demi
satu kata yakni KEKUASAAN! Dan tau kau man? Berapa jumlah istri dan selir-selir
mereka, raja-raja Jawa itu?
“Ya
ngak tau to joo.. jo.. lha wong soboku[7]
di kali kayak gini kok“
“Ratusan man! Ratusan! Coba kau banyangkan! Jika
mereka pergi ke desa dan ada gadis cantik yang mereka suka, biasanya langsung cus digondol[8] ke
istana untuk dijadikan selir. Mau kau hidup seperti itu? Bisa-bisa istri cantikmu
itu ilang man.. digondol Raja”
“Yo
moh to jo... joo. Astaghfirr, itu hartaku sing paling tak kasihi e.. belahan
jiwaku.. pelipur laraku.”
“Maka
dari itu man... Jul... Selamanya kita ini harus belajar bersyukur. Nrimo pandume gusti kang ngawe urip[9]. Mau
hidup di zaman raja-raja dulu, pemerintah kolonial seperti sekarang, atau Dai
nippon nantinya, jika berita itu benar adanya, boleh jadi akan sama saja bagi
orang-orang seperti kita. Nasib tak akan
berubah. Kita tetap seperti ini, jadi kuli dulang pasir Bengawan Solo. Masih
sama, tetap ditindas dan diperbudak oleh juragan-juragan pasir Bangsat itu!”
[1] Disuapi
dengan paksa
[2] Air liur
[3] Mainnya
sama ayam masih jauhan ayam.
[4] Gubuk
kecil
[5]
Keruh/kotor
[6] menyelam
[7] mainku
[8] dibawa
[9] Terima
keadaan yang sudang digaris oleh yang maha kua
Tidak ada komentar:
Posting Komentar